19 Importir Terbukti Kartel Bawang Putih

10 tahun yang lalu
Bagikan:
19 Importir Terbukti Kartel Bawang Putih

Sidang kasus dugaan kartel bawang putih impor oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akhirnya tuntas Kamis sore (20/3). KPPU memutuskan banyak pihak telah melanggar ketentuan hukum persaingan usaha, termasuk 19 importir yang terbukti melakukan kartel bawang putih impor dengan "mempermainkan" harga komoditas itu.

Namun dari sebanyak 22 terlapor, hanya Kepala Badan Karantina Kementerian Pertanian yang tidak melakukan kesalahan. Sementara pihak lainnya seperti Menteri Perdagangan terlibat dalam tindakan kartel impor bawang putih."Berdasarkan alat bukti, fakta serta kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka Mejelis Komisi memutuskan terlapor I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII, XIV, XV, XVI, XVII, XVIII, XIX, XXI, XII terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 24 UU No 5/1999," ungkap Ketua Komisi Sidang KPPU Sukarmi saat menutup sidang perkara yang memakan waktu 4 jam di Kantor Pusat KPPU Jalan Juanda Jakarta, Kamis (20/3).

Seperti diketahui rata-rata per tahun kebutuhan bawang putih di Indonesia mencapai 400.000 ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya mencapai 12.000-15.000 ton karena pertanaman komoditas itu tidak cocok dengan iklim di sini. Maka sebagian besar kebutuhan komoditas itu untuk pasar dalam negeri harus dipenuhi dari impor. Kementerian Perdagangan (Kemendag) sempat memberikan kuota impor pada bawang putih itu tetapi karena harganya melejit menjadi Rp85.000/kg dari harga normal Rp15.000-Rp20.000 per kg, Kemendag yang saat itu dipimpin oleh Gita Wirjawan akhirnya membebaskan impor bawang putih.

Sukarmi mengatakan kebijakan kuota yang sempat diterapkan salah dan tidak masuk akal karena bawang putih tidak bisa diswasembadakan sehingga siapapun seharusnya bisa melakukan impor sejak awal. "Pembatasan jumlah barang (kuota) telah membuat konsumen sempat membeli harga yang mahal," kata Sukarmi.

Selain 19 importir, kata Sukarmi, pihak terlapor kasus kartel bawang putih itu adalah Badan Karantina Kementerian Pertanian, Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan, dan Menteri Perdagangan Kementerian Perdagangan.

Sukarmi mengatakan pada pasal 24 UU No 5/1999 berbunyi pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.

Dia menambahkan semua importir atau terlapor dari nomor 1 hingga 19 juga terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar pasal 19 huruf c UU No. 5/1999. Pada pasal 19 berbunyi pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri, bersama, maupun bersama dengan pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan jasa pada pasar bersangkutan.

Sukarmi berdalih saat pemeriksaan ditemukan fakta-fakta sbb. terdapat Permentan No 60/2013 yang mengatur mengenai imporbawang putih RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) dibutuhkan untuk melakukan pengurusan SPI (Surat Persetujuan Impor), RIPH baru diterima akhir Bulan Oktober 2012 oleh para pelaku usaha SPI yang dikeluarkan Kemendag hanya berlaku 45 hari dimana proses impor dari negara asal sampai ke Indonesia membutuhkan waktu 26 hari, dan terdapat bencana alam di negara asal yang membuat proses impor terlambat sampai ke Indonesia.

Selain itu, katanya, ditemukan juga fakta kebijakan kuota membuat jalur supply dan demand tidak seimbang, terdapat perpanjangan SPI yang diajukan oleh pelaku usaha dan disetujui Kemendag walaupun tidak ada dasar hukum yang mendasari terbitnya perpanjangan SPI, dan terdapat persekongkolan yang dilakukan pada saat pemasukan dokumen SPI maupun perpanjangan SPI

Tetapi para importir bawang putih keberatan dengan keputusan KPPU tersebut.
"Kita akan mengajukan keberatan," kata kuasa hukum PT Sumber Alam Jaya Perkasa dan PT Tunas Sumber Rezeki Yudi Handoyo.

Yudi memastikan kliennya tidak berbuat salah dari prosedur impor bawang putih.
"Permasalahannya ada di kebijakan (pemerintah), kalau tidak ya tidak jalan. Seharusnya pembenahan kebijakan. Seperti masa berlaku SPI (Surat Persetujuan Impor) yang sempit jadi bila kita impor SPI habis, untuk perpanjang butuh waktu lama dan panjang. Bagi kami ini masalah kebijakan nggak sinkron antara RIPH (Rekomendasi Impor Produk Hortikultura) dan SPI-nya. Yang dirugikan importir," katanya. (dtf)

Sumber : http://medanbisnisdaily.com