Energi Setelah Penurunan Harga BBM
Sudah dua kali Pemerintahan Jokowi menurunkan harga BBM. Kebijakan tersebut sangat diterima masyarakat, meskipun pada dasarnya kebijakan tersebut tidak sama baiknya dengan menaikkan harga BBM.
Karena harga BBM mengacu kepada kinerja nilai tukar rupiah serta harga minyak dunia. Jadi tidak ada yang istimewa sebenarnya, hanya saja pemerintah dan masyarakat sangat beruntung akhir-akhir ini harga minyak mentah dunia anjlok.
Kalau di jaman pemerintahan SBY, kita melihat ada beberapa kondisi dimana harga BBM sebesar Rp 6.500 per liter merupakan harga BBM setekah disubsidi. Saat ini harga BBM dikisaran tersebut tidak mendapatkan subsidi lagi dari pemerintah.
Masyarakat boleh saja bergembira dengan kebijakan tersebut, akan tetapi ke depan masyarakat sebaiknya juga mengerti saat harga BBM kembali dinaikkan.
Terlepas dari itu semua, kita mengharapkan sebenarnya ada energi alternatif yang bisa menggantikan BBM itu sendiri. Tidak ada yang bisa menggaransi bahwa harga minyak mentah dunia tidak bakalan naik.
Saat ini hampir semua penilaian menyimpulkan bahwa harga minyak mentah dunia dalam jangka panjang tidak akan naik. Hal ini pulalah yang mendasari penurunan harga BBM.
Namun selanjutnya apa setelah penurunan harga BBM? Apakah kita tetap bergantung kepada sumber daya minyak yang dihasilkan dari fosil. Atau justru kita memiliki sejumlah jurus untuk melakukan diversifikasi energi agar kita tidak bergantung lagi kepada energi fosil yang jelas-jelas kita datangkan dengan cara mengimpor.
Sekecil apapun usaha yang kita lakukan untuk merubah fokus kebutuhan kepada energi fosil akan membuat ketergantungan kita kepada energi tersebut semakin berkurang. Penghapusan ketergantungan energi fosil bisa dimulai dengan melakukan diversifikasi terhadap kebutuhan energi pembangkit listrik.
Ada banyak sumber energi yang bisa digunakan disitu. Mulai dari panas bumi, gelombang laut, air, angin hingga nuklir. Dengan mengurangi ketergantungan tersebut maka sebenarnya kebutuhan akan energi fossil bisa dikurangi perlahan. Setidaknya bisa membuat CAD (defisit perdagangan) lebih terkendali dan akan membuat kestabilan pada nilai tukar rupiah.
Selain itu, ketersediaan listrik lebih bisa terjamin. Kita melihat ada sejumlah kepastian harga bila kita mampu menyesuaikan kebijakan memproduksi listrik dengan energi yang terbarukan dan keberlangsungannya dalam waktu yang cukup panjang. Tentunya kebijakan-kebijakan seperti ini akan mengurangi ketergantungan kita kepada energi fosil itu sendiri.
Saya mengkhawatirkan dengan penurunan harga minyak mentah akhir-akhir ini justru kita semakin tidak mawas diri dan lalai untuk membagun industri energi. Kita kerap lalai bahwa harga murah tidak akan selamanya terjadi, dan semestinya penurunan harga minyak mentah dunia akhir-akhir ini memberikan ruang yang lebih besar bagi pemanfaat energi alternative yang optimal.
Mengendalikan harga BBM untuk memenuhi kebutuhan kendaraan secara nasional saya nilai lebih mudah dibandingkan dengan bila kita harus menyediakan energi listrik. Keterbatasan energi listrik sangat berpeluang menciptakan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan tidak jarang tanpa ada ketersediaan listrik yang cukup justru menjadi ancaman serius bagi industri kita.
Pentiing sekali disini agar kita lebih mengedepankan energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik dibandingkan dengan kebijakan untuk mengendalikan energi guna memenuhi kebutuhan konsumsi kendaraan.
Karena listrik sangat berkaitan dengan pembiayaan yang dilakukan pemerintah dan sangat berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. sementara konsumsi energi untuk kendaraan merupakan tanggung jawab para pengendara itu sendiri.
Akan tetapi penggunaan energi alternatif untuk kendaraan juga dibutuhkan. Serangkaian kebijakan lainnya juga mendesak untuk mengendalikan konsumsinya.
Sehingga jangan terfokus dan bereforia kepada penurunan harga BBM akhir-akhir ini. Lebih dari itu kita sudah harus memikirkan apa yang akan menjadi jalan keluar manakala harga BBM nantinya kembali naik.
Sumber : http://www.medanbisnisdaily.com