Harga Cabai Rawit di Dairi Rp 3.000/Kg

10 tahun yang lalu
Bagikan:
Harga Cabai Rawit di Dairi Rp 3.000/Kg

Harga sejumlah komoditas pertanian di pasar Kabupaten Dairi mengalami penurunan. Bahkan disebagian komoditas tertentu seperti kopi arabika dan cabai rawit anjlok. Di tingkat petani cabai rawit hanya Rp 3.000/kg. Akibatnya, para petani di daerah itu sangat resah. Sebab, sebelumnya penurunan harga komoditas pertanian itu tidak diduga petani. Seorang petani cabai di Desa Parbuluan, Kecamatan Parbuluan, Patar Situmorang (43) kepada MedanBisnis, Sabtu (17/5) mengaku kaget dengan anjloknya harga cabai rawit.

Dia mengatakan, harga cabai rawit di tingkat petani Sabtu pekan lalu langsung terjun bebas yakni hanya Rp 2.500/kg - Rp 3.000/kg tergantung kualitas. Sementara, satu minggu sebelumnya masih dikisaran Rp 18.000/kg.

Anjloknya harga cabai rawit cukup mengagetkan petani yang tidak pernah diduga sebelumnya.
Pasalnya, saat ini sebagian besar petani lagi panen besar. Padahal, sebut Patar, harga cabai merah di tingkat petani masih bertahan yakni di level Rp 20.000/kg - Rp 22.000/kg.

Selain cabai rawit, komoditas pertanian lain yang mengalami penurunan harga yaitu kopi arabika (ateng) yakni harga di tingkat petani hanya Rp 18.000/kg, sebelumnya sudah sempat bertahan Rp 22.000/kg (turun Rp.4000/kg).

Untuk kedua komoditas itu merupakan unggulan petani di kecamatan tersebut, sehingga anjloknya harga cukup melemahkan ekonomi petani, ungkapnya.

Sedangkan komoditas lain seperti sayur mayur terpantau di pasar induk Sidikalang kemarin masih bertahan mahal. Untuk tomat misalnya, harga di tingkat pedagang di pasar itu bervariasi tergantung kualitas yakni untuk kualitas super mencapai Rp 17.000/kg, kualitas sedang Rp 12.000/kg, sedangkan kualitas rendah masih bertahan di angka Rp 9.000/kg.

Salah seorang agen pengumpul di Kota Sidikalang, M Sihombing dikonfirmasi kemarin membenarkan jika sebagian komoditas pertanian di pasar kabupaten itu anjlok. Dia mengatakan, anjloknya harga seperti cabai misalnya lebih disebabkan permintaan agen luar kota yang menurun.

Sementara hasil petani lagi membanjiri pasar, sehingga agen pengumpul tidak mau berspekulasi karena resikonnya sangat besar, otomatis harga di tingkat petani anjlok, ujarnya.
(rudy sitanggang)

Sumber : http://medanbisnisdaily.com