Harga Pangan Menjadi Ancaman Inflasi 2014
Inflasi tinggi masih mengancam tahun depan. Harga bahan pangan menjadi pemecut terbesar yang mendorong lari inflasi di 2014, dengan catatan tidak ada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Tahun depan tekanan inflasi dari bahan pangan masih tinggi. Bagaimana tidak? "Semua komoditas strategis dikuasai pasar, tidak ada instrumen pengendali harga kecuali beras," kata Enny Sri Hartati, Direktur Indonesia Institute for Economic Development and Finance (Indef), Ahad (29/12).
Kondisi itulah yang membuat kebutuhan bahan pangan domestik yang demikian besar tidak akan mampu dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Apalagi, saat ini belum ada formula yang tepat untuk meningkatkan produksi bahan pangan nasional. Walau sudah ada subsidi pupuk dan benih, tanpa kepastian harga di tingkat petani produksi pertanian tetap tidak maksimal.
Senada dengan itu, ekonom Samuel Asset Manajemen Lana Soelistyaningsih memperkirakan tahun depan harga bahan pangan bakal berfluktuasi. Penyebabnya, harga bahan pangan masih sangat dipengaruhi pasokan dalam negeri yang belum mencukupi kebutuhan. "Kita selalu andalkan impor," imbuh dia.
Karena tergantung impor, Lana bilang, selain meningkatkan suplai bahan pangan, pemerintah juga harus mengendalikan nilai tukar rupiah agar jangan terlalu melemah. Jika tidak dilakukan, tekanan imported inflation dari kenaikan harga bahan pangan impor akan lebih tinggi.
Pemerintah sendiri dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 mematok inflasi sebesar 5,5%. Dengan laju inflasi yang kembali normal sejak dua bulan terakhir pasca tekanan kenaikan harga BBM bersubsidi, Gubernur BI Agus Martowardojo memperkirakan inflasi di 2014 bakal rendah, di kisaran 4,5% plus minus 1%.
Inflasi Desember rendah
Memang, menurut Lana, akhir tahun ini tekanan inflasi dari bahan pangan tidak terlalu besar, karena terbantu harga bahan pangan dunia yang rendah. Tapi, kondisi ini hanya akan bertahan sampai kuartal pertama tahun depan. Setelah itu, tekanan inflasi dari bahan pangan kembali naik. "Tergantung kondisi ekonomi," ujarnya.
Tekanan harga pangan yang rendah di akhir 2013 membuat inflasi terkendali. BI dan pemerintah memperkirakan inflasi selama Desember di bawah 0,5% sehingga inflasi tahun 2013 di angka 8,5%.
Proyeksi yang sama juga datang dari A. Prasetyantoko, ekonom Bank Tabungan Negara (BTN). "Bahan makanan yang biasanya menjadi pemicu inflasi tertinggi, menjelang tutup tahun ini tak menunjukan lonjakan," katanya.
Selain tekanan harga bahan pangan yang rendah, Enny menambahkan, suku bunga acuan alias BI rate yang kini bertengger di level 7,5% juga menekan permintaan perumahan, sehingga harga properti cenderung turun. Ia meramalkan inflasi Desember 2013 juga di angka 0,5%.
Tapi, prediksi Lana, inflasi bulan ini hanya akan berlari paling jauh 0,3. Alasannya, harga sandang dan emas mengalami deflasi. "Inflasi akan lebih rendah," ujarnya. Inflasi Desember hanya didorong faktor transportasi karena banyak orang yang berlibur keluar kota, sehingga tarif angkutan umum naik.
Destry Damayanti, Kepala Ekonom Bank Mandiri, memperkirakan inflasi Desember lebih tinggi, 0,6%. Penyebabnyam, pelemahan rupiah beberapa bulan membuat harga naik di awal bulan ini. Ditambah permintaan yang meningkat menghadapi perayaan Natal dan tahun baru.
Harapan David Sumual, ekonom Bank Central Asia (BCA), dengan inflasi yang mulai terkendali, bank sentral bisa menahan BI rate.
Sumber : http://www.nasional.kontan.co.id