Kebijakan RIPH, Harga Buah Impror Terpaksa Naik

10 tahun yang lalu
Bagikan:
Kebijakan RIPH, Harga Buah Impror Terpaksa Naik

Kenaikan harga buah impor yang mewarnai pasar tradisional sekaligus pasar modern di Surabaya, selain imbas dari kenaikan dolar AS, ternyata juga merupakan aplikasi kebijakan pemerintah terkait ketentuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).

Terbitnya aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No 60 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Perdagangan No 60 Tahun 2012. Sehingga telah membawa dampak melejitnya harga buah impor di pasaran lokal Surabaya beberapa pekan ini.
 
"Pemberlakuan regulasi seputar impor hortikultura tidak mengizinkan sebanyak enam jenis buah impor beredar di pasar domestik. Jelas ada pengaruhnya. Harga buah, terutama yang didatangkan dari luar negeri cenderung naik harganya,” ujar Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Jatim Bambang Sukadi, dikonfirmasi beritajatim, Sabtu (7/9/2013).
 
Ia memastikan, kenaikan buah impor bisa yang masih diangka wajar adalah sekitar 10 persen dari harga saat kondisi normal. Hanya, naiknya harga buah tersebut tergantung dari jenis dan asal buah yang didatangkan dari luar negeri tersebut. “Sangat wajar, karena untuk mendatangkan buah impor memakan waktu dan biaya tinggi,” katanya.
 
Menurut Bambang, regulasi yang dikeluarkan pemerintah melalui Menteri Pertanian (Mentan) tersebut sebagai upaya melindungi petani buah lokal. Namun sayangnya, ia ragu jika buah lokal bisa memenuhi kebutuhan masyarakat atas konsumsi yang berkualitas.

“Sebenarnya, buah lokal tidak kalah kualitasnya. Hanya daya saing dan jumlah pasokan yang masih jauh dari produksi dengan permintaan,” tuturnya.

Diwawancarai terpisah, pengelola outlet Total Buah Segar di area pertokoan mewah Siola, Jalan Tunjungan Surabaya, Angelina menanggapi hal tersebut. Kendati demikian, pihaknya tidak bisa berbuat banyak dengan aturan yang diberlakukan pemerintah dengan mengurangi kuota impor buah.

Ia menganggap, wajar untuk meningkatkan kompetensi buah segar lokal dengan buah impor. “Cuma, sekarang pasokan dan produksinya mencukupi atau tidak ? Apakah juga sesuai dengan keinginan konsumen ? Karena permintaan konsumen sangat tinggi. Kalau, kami tidak bisa memenuhi jenis buah yang diinginkan konsumen, bisa bangkrut usaha saya,” ujarnya.
 
Namun diakui, untuk sementara, stok buah di Total Buah Segar masih bisa memenuhi sesuai dengan jumlah permintaan konsumen. Sedangkan, kalkulasi harga buah impor dengan lokal cenderung tidak menentu. “Harga buah impor naik turun dan sangat bervariasi, tergantung jenis dan musim buah. Jadi, kami tidak bisa memastikan. Yang jelas, naiknya bisa sampai 10 persen,” ungkapnya.
 
Diakui Angelina, harga buah lokal sebenarnya jauh lebih mahal daripada buah kualitas impor. Selisih harga terpaut antara Rp 5 ribu-Rp 10 ribu per kg-nya. “Harapan saya, pemberlakuan aturan itu semakin merangsang hortikultura di Indonesia bisa memenuhi pasar konsumen buah," imbuhnya.

Misalnya saja buah lokal Melon Golden, kami hargai Rp 16.500/kg. Ini bukti, buah lokal tidak kalah bersaing. Yang dibutuhkan adalah kesinambungan produksi, perbaikan kualitas dan kuantitas harus diperhatikan. [faf/but]

Sumber : http://www.beritajatim.com