Pengungsi Sinabung Berhasil Buat Penangkaran Benih Kentang di Sumbul
Derita pengungsi erupsi Gunung Sinabung di Kabupaten Karo sungguh sangat mengenaskan. Tempat tinggal nggak jelas, lahan pertanian berikut tanamannya yang sebagian besar merupakan sumber penghasilan masyarakat di sana juga rusak akibat tertutup debu vulkanik. Bahkan, saat ini sebagian pengungsi yang sudah diperbolehkan pulang juga belum bisa berbuat banyak. Selain ketiadaan modal, bantuan benih yang diharapkan dari pemerintah belum juga turun. Beruntunglah, Saruhen Tarigan yang mengambil keputusan untuk tidak bertahan di posko pengungsian. Ia bersama 16 kepala keluarga (KK) lainnya memilih mengungsi ke kampung tetangga, ke Sumbul, Kabupaten Dairi yang dibawa oleh seorang pengusaha pupuk Fitofit Andy Wahab Sitepu.
Awalnya agak berat meninggalkan kampung halaman meskipun saat itu status Gunung Sinabung sudah pada tingkat membahayakan. Tetapi, setelah saya pikir-pikir lagi dari pada bertahan di posko pengungsian, hanya berdiam diri tak berbuat apa-apa, akhirnya saya ikut ajakan Pak Wahab ke Sumbul, kata Saruhen Tarigan dalam perbincangannya dengan MedanBisnis, pekan lalu di Sumbul.
Dan, pada Januari 2014 lalu mereka pun hijrah ke kampung tetangga tepatnya di Desa Huta Manik, Kecamatan Sumbul Pegagan, Kabupaten Dairi.
Di Sumbul kami diperkenalkan kepada Pak Ediman Manik, seorang pengusaha pupuk sekaligus petani jeruk. Pak Manik mempunyai lahan kosong yang cukup luas dan beliau memberikan lahan itu untuk kami kelola, kata Tarigan.
Tidak hanya lahan kata Tarigan, mereka juga diberi pondokan untuk tempat tinggal sementara. Kami bersyukur masih bisa bekerja di tengah kesulitan yang kami rasakan, kata dia.
Setelah berada di pengungsian yang baru, Tarigan bersama pengungsi lainnya mulai melakukan bercocok tanam. Kentang dan cabai menjadi komoditas yang mereka kembangkan. Kentang itu juga bukan kentang konsumsi melainkan kentang untuk benih.
Dari dulu saya hanya fokus pada pengembangan kentang dan cabai. Kedua komoditi ini memiliki harga yang bagus dan menjadi kebutuhan pokok masyarakat di samping masa tanam yang singkat, ujarnya.
Untuk kentang, pembenihan yang mereka lakukan adalah G0 dan G3. G0 ditanam di ruang khusus screen house dan G3 ditanam di lahan terbuka. Untuk G0 pengembangannya tidak terlalu luas, hanya berkisar 5 x 20 meter per segi. Sedangkan untuk G3 ditanam di atas lahan sekitar 1,5 hektare dengan jumlah tanaman berkisar 30 ribu batang.
G0 sudah panen tetapi belum semuanya. Dan, hasil panen sementara yang kami peroleh ada 25 ribu umbi. Kami prediksi total produksi yang bisa kami peroleh nantinya berkisar 40 ribu umbi, ujar bapak empat orang anak ini.
Sementara untuk G3 sendiri menurut Ketua Kelompok Tani Juma Bernah Desa Kuta Rakyat ini berkisar satu bulan lagi baru bisa dipanen. Dari luas 1,5 hektare yang mereka kembangkan, hasil yang akan mereka peroleh nantinya tidak mencapai satu kilogram per batang sebagaimana layaknya. Ini dikarenakan, banyak tanaman yang mati akibat terserang layu fusarium.
Dikatakan Tarigan, selain kentang G0 dan G3, mereka juga mengembangkan benih kentang G1 di lahan yang sama seluas 1,5 hektare. Hanya saja, khusus pengembangan benih G1 modal yang mereka gunakan adalah modal sendiri.
Artinya, lahan punya Pak Manik sedangkan modal untuk pembelian benih sudah modal sendiri. Jadi, beda dengan pengembangan G0 dan G3. Kalau itu semua bantuan Pak Manik, mulai dari pengadaan benih sampai kepada sarana produksi lainnya, terangnya.
Terhadap sumber benih kentang, menurut Tarigan, untuk G0 dan G3 yang mereka kembangkan berasal dari Lembang, Jawa Barat. Sedangkan pengembangan benih G1 merupakan bantuan dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2013 lalu sebanyak 6.000 umbi.
Jadi, tahun 2013 saya mendapat bantuan benih kentang G0 dari Kementan yang diserahkan Dinas Pertanian Sumut sebanyak 6.000 umbi. Kemudian saya kembangkan di kampung saya di Desa Kuta Rakyat, Kecamatan Namantran, Karo sebelum erupsi. Hasil panennya yakni kentang G1 yang saya peroleh waktu itu berkisar 30.000 umbi dan itulah yang saya kembangkan di lahan Pak Manik sekarang ini seluas 1,5 hektare, kata Tarigan.
Untuk saat ini, lahan yang sudah mereka kelola berkisar 8 hektare dan akan diperluas lagi hingga 10 hektare. Selain kentang benih, mereka juga mengembangkan kentang konsumsi dan cabai merah.
Untuk hasil panen kentang G1 nantinya akan kami bawa dan tunjukan ke Dinas Pertanian Karo sebagai bukti bahwa di pengungsian Sumbul kami juga bekerja. Dan, benih kentang itu nantinya akan disertifikasi oleh Dinas Pertanian Karo, ucap Tarigan sembari berharap Pemkab Karo membantu mereka pengadaan mesin pengolah lahan.
Dalam budidaya kentang benih tersebut, Tarigan mengatakan, penggunaan pupuk dan pestisida sintetik diupayakan serendah mungkin sehingga bisa diterima pasar ekspor nantinya. Karena itu, pupuk yang mereka gunakan adalah pupuk konvensional dan fitofit. Fitofit ini sangat baik dalam sirkulasi makanan dari akar ke daun sehingga kebutuhan makanan tanaman terpenuhi, kata dia. (junita sianturi)
Sumber : http://medanbisnisdaily.com