Petani Patumbak Gagal Panen
Ribuan hektare lahan persawahan tadah hujan milik petani petani di Kabupaten Langkat secara keseluruhan mengalami kekeringan. Bahkan, tahun ini petani diyakini tidak akan menuai hasil alias tidak panen karena tidak bisa menanam. Hal yang sama juga terjadi di Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deliserdang.
Tidak seorang pun petani mulai dari Kecamatan Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Berandan Barat, Besitang, Pangkalan Susu dan Kecamatan Pematang Jaya yang turun ke sawah untuk menanam padi. Alasannya, tidak ada curah hujan, ujar sejumlah petani dari Kecamatan Babalan, Sei Lepan, Besitang, dan Kecamatan Pematang Jaya dalam keterangannya kepada MedanBisnis, Jumat (18/4).
Akibat dari ketiadaan hujan tersebut, kata Hardi dan Saptono, mewakili petani di daerah itu, tanah persawahan mereka menjadi kering, keras dan retak-retak sehingga tak dapat ditanami. Jangankan padi, rumput saja yang begitu keras menjadi mati. Karena itu, petani tak ada yang menanam, kata mereka.
Umumnya kata mereka, yang tidak akan panen padi pada tahun ini adalah petani tadah hujan. Berbeda dengan petani yang memiliki irigasi, tidak ada masalah karena lahan sawahnya selalu diari.
Seharusnya dalam setahun para petani dua kali musim panen, pertama panen lokal dan kedua panen mentong. Tetapi, tahun ini petani tidak mentong, dikarenakan petani tidak menanam, ujar Hardi.
Harusnya kata Hardi dan kawan-kawan, Pemkab Langkat dalam hal ini Dinas Pertanian tanggap dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi para petani terutama di wilayah Teluk Aru, yang meliputi Kecamatan Babalan, Sei Lepan, Berandan Barat, Besitang, Pangkalan Susu dan Kecamatan Pematang Jaya. Di mana sebagian besar petani di sana hanya mengandalkan curah hujan.
Sangat ironis sekali, bila dikatakan Pemerintah sangat peduli pertanian, sementara masih ditemukan hampir sebagian besar kaum tani tahun ini tidak bisa menanam karena kemarau, ketus para petani.
Sementara itu, puluhan hektare lahan pertanian di Kecamatan Patumbak tidak ditanami akibat musim kemarau panjang yang terjadi saat ini. Para petani cenderung membiarkan lahannya meranggas ditumbuhi semak belukar karena hujan bilangan bulan tidak turun-turun.
Banyak petani yang sempat menanami lahannya dengan jagung atau ubi kayu tetapi menderita kerugian akibat gagal panen. Tanaman jagung tumbuh kerdil, batang dan daunnya mengering terpanggang matahari, sementara buahnya kerdil dan layu. Begitu juga, tanaman ubi kayu mati karena kekurangan air.
Dari pengamatan MedanBisnis, situasi ini hampir merata di lahan petani Kecamatan Patumbak yang membiarkan lahannya ditumbuhi semak belukar.
Sikap (50), warga Kotabaru Desa Sigara-gara Patumbak mengaku tidak berani bercocok tanam karena hujan tidak turun-turun. Nggak berani kita menana jagung, soalnya nggak pernah turun hujan, akunya.
Menurut Sikap, petani melakukan penanaman sesudah turun hujan, ketika lahan sudah dibersihkan agar tumbuhnya baik. Dan, hujan sebaiknya bisa turun minimal sekali seminggu sehingga pertumbuhan tanaman berlangsung baik. Kalau baru hujan sekali kita tanam jagung, lalu hujan tidak turun-turun sampai sebulan matilah tanaman kita, katanya kepada MedanBisnis, kemarin di Patumbak.
Padahal Kecamatan Petumbak termasuk penghasil jagung, ubi, kayu, buah-buahan (pepaya), pisang, dan ikan air tawar di Sumut. Namun, kemarau panjang menyebabkan petani tidak berani berspekulasi menanami lahannya.
Sumber : http://medanbisnisdaily.com