Semua Ternak akan Bebas PPN
Jakarta. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan telah meminta Kementerian Keuangan untuk membatalkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 267/PMK.010/2015. Tujuannya agar semua ternak impor tidak lagi dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini disampaikan Menteri Darmin di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (22/1). Alasannya, peraturan tersebut telah menyebabkan dampak yang berlebihan terhadap harga komoditas strategis.Kalau nantinya Kementerian Keuangan mau mengkaji ulang (PMK tersebut), silakan saja. Akan tetapi yang jelas, untuk saat ini saya minta dicabut dulu, ujar Darmin seusai menggelar rapat koordinasi yang dihadiri oleh perwakilan Kementan, Kemenkeu, Bulog dan kalangan dunia usaha.
Sebelumnya pihak Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267 terkait kriteria dan atau rincian ternak, bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan yang atas impor dan atau penyerapannya dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Peraturan yang mulai berlaku 8 Januari 2016 tersebut berisikan tentang pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk semua produk ternak kecuali sapi indukan dengan syarat tertentu. Padahal, menurut kalangan pengusaha, pengenaan PPN bukan untuk melindungi peternakan lokal, melainkan justru mengakibatkan harga menjadi lebih mahal sebab dalam harga yang berlaku akan ada tambahan pajak sebesar 10%.
Sebagai informasi, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI Nomor 267/PMK.010/2015 adalah turunan dari PP Nomor 81 tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.Dalam PP tersebut, ternak (tanpa diklasifikasikan dengan rinci, jadi ternak secara umum) sebenarnya masuk kategori barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis dan dibebaskan dari PPN.
Namun dalam pasal 1 huruf (d) PP yang sama disebutkan ternak dan kriteria rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian. PMK ini diduga menjadi penyebab kenaikan harga daging sapi di beberapa wilayah di Indonesia yang mencapai lebih dari Rp130.000 per kilogram.
Wakil Ketua Umum Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan Kadin, Juan Permata Adoe, mengkritik kebijakan ini karena berpotensi melemahkan daya saing pengusaha ternak. Semua transaksi ternak bisa kena PPN, bahkan ayam pun kena, termasuk turunannya seperti telur. Ini membuat daya saing kita melemah, katanya.
Satu pertentangan penting terkait PMK tersebut adalah dibebaskannya impor dan penyerahan ternak dari PPN, yang berjumlah 10 persen. Yang jadi masalah, dalam aturan tersebut ternak yang dimaksud pemerintah adalah sapi indukan yang memenuhi syarat tertentu.
Selain itu, Kadin menyebut PMK tersebut juga merugikan pedagang, misalnya penjual bakso, yang bisa terkena dua kali dampak pemungutan pajak. Pertama dari sapi, kedua dari barang dagangannya.Pajaknya jadi dobel. Karena itulah komunikasi antara pemerintah dan pelaku usaha perlu ditingkatkan lagi, kata Juan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Astera Primanto Bhakti mengemukakan pemerintah akan merevisi aturan terkait pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk ternak pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 267. Nantinya, semua ternak tidak akan lagi dikenakan PPN. Untuk mensinergikan kebijakan pangan, khususnya barang strategis. Di bidang pangan, untuk ternak tidak akan dikenakan PPN, jelasnya.
Astera menyatakan hal ini sama seperti yang berlaku sebelumnya. Proses revisi sedang berlangsung dalam waktu dekat akan dikeluarkan, sehingga tidak menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat.Pokoknya PMK akan kita sesuaikan. Segera ini akan kita berlakukan seperti sebelumnya, jadi tidak ada dampaknya, terangnya.
Sumber : www. Medanbisnisdaily.com