Tiga Provinsi Pemakan Terbesar Daging Sapi Impor
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan hampir seluruh sapi impor dinikmati hanya oleh 3 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Dengan total 69 juta penduduk, ketiga provinsi ini mengonsumsi sekitar 159 ribu ton daging sapi dari total konsumsi nasional sebesar 600 ribu ton per tahun.
Pemakan daging impor itu di Banten, Jabar, dan DKI Jakarta. Penduduknya 69 juta jiwa. Konsumsinya 159 ribu ton per tahun, kata Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Karyanto Suprih, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (17/8).
Karyanto mengatakan di provinsi lain sebagian besar atau seluruh kebutuhan daging sapi dapat dipenuhi dari sapi lokal. Hanya DKI Jakarta, Banten, dan Jabar yang sangat bergantung pada pasokan impor.Sumatera juga ada sedikit (daging sapi impor), tapi nggak banyak. Kalau di Kalimantan dan sebagainya makannya sapi lokal, dia menuturkan.
Kemendag, kata Karyanto, berupaya mengoptimalkan pasokan dari dalam negeri. Namun, akibat besarnya kebutuhan daging sapi, terutama di 3 provinsi tadi, Kemendag terpaksa membuka pintu impor. Tugas Kemendag memenuhi bahan pokok, sebesar-besarnya dari dalam negeri, impor itu hanya kalau kurang. Sapi lokal itu banyak,tapi belum dikelola secara industri, tukasnya.
Sebagai informasi, Karyanto menyebutkan, realisasi impor sapi bakalan per 31 Juli 2015 adalah 13,7% dari total izin yang diberikan sebanyak 50 ribu ekor. Dirinya yakin para importir akan segera merealisasikan seluruh izin impor yang telah diterbitkan.Realisasi kuartal 3 sekarang sudah 13,7 persen per 31 Juli 2015.
Secara fisik baru segitu, tapi kan ada (sapi impor) yang sudah dikapalkan, mesti booking kapal dulu, kelihatannya realisasi (50 ribu ekor) bisa tercapai, ucapnya.
Sementara Perum Bulog belum merealisasikan impor 50 ribu ekor sapi potong karena masih dalam proses negosiasi dengan pemasok.Bulog kan baru kemarin (dikasih izin). Itu kan ada proses bisnis, negosiasi, minggu kedua atau minggu ketiga bulan ini baru selesai, tukasnya.
Pasokan Daging
Sebelumnya Kementerian Perdagangan (Mendag) menuding perusahaan penggemukan sapi (feedloter) telah menahan pasokan daging sapi ke Rumah Potong Hewan (RPH) hingga berdampak pedagang sapi di pasar mogok, terutama di Jakarta, Banten, dan Bandung. Hal ini buntut dari kebijakan pemerintah yang memangkas impor sapi bakalan di triwulan III-2015 menjadi hanya 50.000 ekor dari 200.000-an ekor di triwulan sebelumnya.
Para pedagang mogok jualan karena tingginya harga daging membuat daya beli masyarakat melemah sehingga omset mereka turun. Harganya masih Rp 120.000 - Rp140.000/Kg, atau naik sejak sebelum lebaran lalu, padahal dalam kondisi normal seharusnya Rp 90.000/kg .
Tetapi, menurut Karyanto, tidak semua sentra penggemukan sapi (feedloter) menahan pasokan hingga menyebabkan harga daging sapi meroket.
Dia menjelaskan sebenarnya feedloter pun rugi jika menimbun sapi terlalu lama. Normalnya, sapi bakalan impor hanya digemukan selama 3 bulan lalu dipotong dan dagingnya dijual ke pasar. Tidak semua feedloter itu tidak baik. Kalau menahan barang, (sapi bakalan) 3 bulan atau 120 hari sudah harus dipotong karena pakannya mahal, sudah nggak tambah gemuk juga, malah nggak laku dijual nanti, paparnya.
Namun, untuk mencegah para importir dan feedloter mempermainkan harga dan pasokan, pemerintah perlu berperan. Karena itu, Kemendag kini berupaya memperbesar peran Perum Bulog dalam pengendalian harga daging sapi dengan memberikan izin impor sebanyak 50 ribu ekor sapi siap potong.
Direktur Eksekutif Apfindo Joni Liano mengakui konsekuensi alokasi impor yang turun drastis membuat para anggotanya mengendalikan pasokan ke RPH.
Tujuannya agar stok yang ada saat ini 140.000 ekor ditambah 50.000 ekor bisa tersedia sampai Desember 2015. Anggota kami merestrukturisasi penjualannya, karena stok menipis. Mengatur suplai agar stok sampai Desember, sebab kalau November-Desember nggak ada, itu bisa ada PHK pegawai, kata Joni.
Sumber : www.medanbisnisdaily.com